IMG_1758

Refleksi Rekoleksi Sejarah Hidup I – Missella Amelia Silalahi

Hallo semuanya, aku ingin menyampaikan refleksi pada pertemuan Rekoleksi bulan ini , aku ingin berbagi cerita tentang pengalaman yang aku rasakan pada pertemuan sebelum dan sesudah mengikuti Rekoleksi Sejarah Hidup. Pertama-tama untuk perasaan dominan yang aku rasakan yaitu aku merasakan ketenangan dan aku dapat menerima kehadiran diriku sendiri, sebelumnya aku masih ragu akan diriku karena aku belum pernah membuka luka atau pengalaman pahit yang dahulu pernah aku rasakan sedalam ini, awalnya aku berfikir bahwa kehidupanku berjalan dengan lancar saja karena aku tidak pernah mengungkit atau mengingat kembali pengalamanku yang sudah dilalui pada masa lalu, tetapi setelah rekoleksi ini sudah aku jalankan sesuai dengan arahan pemberi materi dan aku sadar bahwa ternyata dulu pernah merasakan luka yang cukup pahit dan masih membekas didalam hatiku, meskipun tidak pernah terlintas dalam pemikiran aku saat itu.

Pada saat waktu kita diminta untuk menonton film tentang perdebatan seorang ibu dan anak yang pada akhirnya mereka jadi saling memahami setelah mereka bertukar jiwa, dan disitu pikiranku langsung terlintas bahwa aku juga pernah mengalami perdebatan dengan mamahku, dan ternyata dibalik perdebatan itu kita sama-sama tidak saling mengerti atau memahami tentang perasaan apa yang sedang dialami dari masing-masing kita, dan kita hanya ingin dipahami tanpa berfikir untuk memahami orang lain. “Aha Moment”ku terjadi pada saat sesi meditasi dan saat mendengarkan sharing dari beberapa temanku, jadi pada saat meditasi kita diminta untuk mengingat kembali kejadian/peristiwa perjalanan hidup yang sudah kita alami semasa lalu, awalnya aku belum bisa membuka pikiran ku untuk mengingat masa lalu yang ku alami karena adanya kegelisahan dan rasa ketidaknyamanan yang aku rasakan pada saat itu, tetapi setelah beberapa saat aku mulai menerima diriku sendiri untuk membuka ingatanku tentang perjalanan hidupku dimasa lalu. Aku tersadar bahwa luka dimasa laluku masih tersimpan dipikiran dan hatiku, dahulu diri kecilku ini ternyata sudah melalui beberapa luka dan aku terbiasa untuk menyimpan dan menyembunyikan luka itu dari orang-orang yang ada disekitarku, luka itu tumbuh dari orang-orang terdekatku dan mungkin saja mereka tidak pernah menyadari akan tindakan/perilaku yang mereka berikan pada diriku, selama sesi ini berlangsung perasaanku sangat sedih dan banyak menangis karena membayangkan seluruh pengalaman pahit yang pernah dialami dan rasanya itu sakit sekali jika mengingat kejadian itu, tetapi itu tidak masalah karena dengan begitu sebenarnya kita sedang menyembuhkan luka batin yang masih tersimpan didalam diri kita masing-masing.

Aku dapat memahami bagaimana proses kehidupan yang sudah ku lalui belasan tahun dan ternyata ada sedikit ruang kecil hatiku yang kusimpan rapi tentang bagaimana perasaan luka atau pengalaman buruk yang aku rasakan, mungkin aku tidak bisa sharing apa saja luka-luka yang pernah kurasakan tetapi aku sekarang belajar untuk menerima bagaimana wujud diriku, dan dari luka itu aku bisa terbentuk menjadi wanita yang kuat dan kebal atas cacian atau makian meskipun sebenarnya itu sangat melukai hati/batinku.

Dan dengan adanya sesi sharing pengalaman dengan sesama teman aku jadi paham bahwa bukan kita saja yang pernah merasakan hal buruk atau pengalaman yang menyedihkan karena masih banyak diluar sana yang pengalamannya lebih buruk dari apa yang sudah kita lalui, setelah diriku mendengarkan cerita dari masing-masing temanku dengan pengalaman yang sudah dijalani dalam proses kehidupan masing-masing kita, dengan begitu aku dan teman-temanku lainnya kita sama-sama support dan memberi dukungan kepada masing-masing orang supaya tidak ada lagi beban pikiran tentang masa lalu dan kita sama-sama belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan.

Dengan proses pembentukan diriku yang cukup keras dimasa lalu sekarang aku bisa memahami bagaimana kerasnya dunia akan diri ku nantinya jika aku tidak terlatih untuk menerima hal kepahitan karena tidak semua yang ada didunia ini tentang yang baik-baik saja, dan aku tidak membenci orang-orang yang sudah membuat diriku sakit/terluka justru aku berterimakasih kepada orang-orang yang sudah hadir dalam proses pembentukan diriku dimasa lalu, aku menghargai semua tindakan yang sudah mereka lakukan kepada diriku dari segi positif ataupun dari segi negatif. Makna utama yang bisa aku ambil dari kegiatan rekoleksi ini yaitu bahwa aku harus bisa  menerima diriku sendiri untuk mengingat semua peristiwa/kejadian yang pernah ku alami dimasa lalu dengan mengingat hal itu aku jadi mengetahui luka apa saja yang pernah kualami dan pengalaman itu dapat menjadi dasar fondasi supaya diriku terbentuk menjadi yang lebih baik dan berkembang dari yang lalu.

Setelah aku bisa menerima diriku sendiri dan masa laluku maka hati dan kehendakku tergerak untuk bisa lebih memahami atau peduli dengan sesama dan berusaha untuk bisa lebih mengerti atau peka terhadap perasaan orang lain, karena aku memiliki prinsip jika aku ingin dimengerti oleh orang lain maka diri aku sendiripun harus bisa lebih dahulu untuk memahami orang lain dan dengan begitu maka orang lain bisa lebih peduli denganku. Selain itu kehendakku lainnya aku ingin diriku lebih sering untuk bersyukur kepada Tuhan karena jika tidak ada campur tangan atau pertolongan dari Tuhan maka belum tentu aku masih ada saat ini dan belum tentu aku bisa kuat dan bertahan hingga saat ini. – Missella Amelia Silalahi (Prodi Manajame Industri)

IMG_1411

Dari Pamplona Ke Puri Loyola – Refleksi Mengenal Ignasius oleh Antonius Mikael

Aku yang Tersesat

Aku pernah merasa terpuruk. Setelah lulus SMK, aku merasakan kesepian yang ku anggap hebat. Sekolahku jauh dari rumah, pergaulanku selama SMK terbatas. Sejak kecil aku orang yang pendiam, jarang keluar rumah. Aku merasa tidak pernah ada dorongan untuk bergaul di luar. Sejak kecil, aku merasa minder dengan penampilanku. Aku merasa pemikiran itu telah membentuk karakterku yang tidak percaya dengan orang lain, setidaknya orang baru yang belum aku kenal. Aku terbiasa dengan dunia kecilku, sekedar rumah dan sekolah. Aku menyadari kalau orang didorong oleh kepentingan pribadinya. Aku tidak percaya orang mau berinteraksi tanpa imbal balik yang bisa aku tawarkan. Pemikiran yang salah kalau ku lihat lagi sekarang.

Kelulusan sekolah telah memotong dan memperkecil duniaku. Selama liburan, aku terperangkap oleh pikiranku sendiri. Aku hanya menghabiskan waktu di rumah, bergaul walau hanya sesekali. Aku terbiasa memendam emosiku, aku tidak ingin menjadi orang yang merepotkan. Aku selalu ingin menjadi orang yang rasional. Aku biasanya mengalihkan perasaanku dengan kesibukan. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan, aku hanya membuang waktuku di sosial media. Aku mengalihkan perhatianku dengan menonton dan mengkonsumsi hiburan yang tidak ada habisnya dengan pikiran yang kosong. Aku tidak merasa bahagia.

Aku selalu berpikir yang terburuk dari setiap situasi. Aku percaya bahwa kita harus mempersiapkan yang terburuk. Dengan begitu aku selalu merasa terbatas dan dibatasi. Aku merasa kosong dan tanpa tujuan. Aku tidak melakukan aktivitas yang produktif. Aku berusaha untuk memiliki motivasi dan tujuan yang aku rasa bisa dan akan tercapai. Pemikiran yang “rasional”, itulah yang aku katakan pada diri sendiri setiap kali aku memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu. Aku termakan dari dalam oleh pikiranku sendiri.

Aku sadar bahwa orang tuaku telah berjuang untuk menghidupiku. Aku sadar bahwa mereka juga memiliki kesibukan dan masalahnya masing-masing. Bukan mereka tidak peduli, aku yakin mereka akan membantuku jika aku memintanya. Teman-temanku juga begitu. Aku percaya bahwa mereka semua adalah orang yang baik, aku sangat yakin kalau mereka juga akan membantuku. Entah apa yang membuatku enggan meminta pertolongan dari mereka. Aku menyadari kehidupanku yang harusnya dapat disyukuri. Tapi aku malah merasa kesepian. Di dalam semua itu, Aku sadar betapa egoisnya diriku memikirkan semua itu. Betapa sempitnya pikiranku untuk selalu terfokus hanya pada masalah diriku. Pernahkan aku mencoba bertanya kepada orang lain apakah mereka baik-baik saja? Aku tidak pernah peduli pada orang lain. Aku merasa tidak berguna karena tidak bisa membantu orang lain. Aku terus mempertanyakan apa yang salah pada diriku?

Aku sadar dengan semua pemikiran itu. Aku sering melihat diriku dari sudut pandang orang ke-3. Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri mengapa, mengapa aku seperti ini? Aku merasa gagal dan tidak berguna. Banyak kesadaran akan hidup yang telah meracuni pikiranku. Realitas sosial, realitas akan mimpi, kebiasaan burukku, kesadaran akan manusia yang tidak bisa diharapkan, bahkan ekspektasiku sendiri mengenai hidup yang ideal. Aku sadar bahwa masalahku sepele dibandingkan dengan masalah orang lain dan dunia. Aku sadar, banyak teman-temanku yang tidak mempunyai pikiran sedalam diriku. Rasanya mereka bisa menjalani hidup yang ringan dan bahagia, setidaknya lebih bahagia dari diriku saat itu. Kebencianku akan diriku sendiri dan hidup ini menarikku semakin dalam, tenggelam dalam pikiran gelapku sendiri. Mimpiku terasa jauh, percaya diriku menjadi rendah, harapan dan motivasiku mati.

Aku sering mencoba mengarahkan hidupku karena harapan dan pemikiran baru yang aku dapatkan. Sering juga aku tersesat dan kembali jatuh. Seketika aku bersemangat untuk menjalani hari, tak lama kemudian niatku hancur karena hal yang sepele. Saat aku merasa dicerahkan, tak lama pikiranku kembali tenggelam dalam kesadaran hidup. Moodku tidak menentu, mudah rasanya untuk tertekan karena pemikiran negatif yang muncul tiba-tiba. Sering kali aku merasa kesepian. Dimanapun, terkadang tanpa ada pemicu yang jelas. Sekali lagi, Aku membiarkan diriku termakan oleh pikiranku sendiri.

Mudah rasanya bagi diriku yang sekarang untuk melihat segala kesalahan yang aku lakukan pada masa itu. Aku selalu mencari jawabanku di luar diri. Aku selalu mengejar hal yang di luar diriku. Aku selalu berusaha menjadi orang yang diinginkan orang lain. Aku tidak pernah memikirkan yang di dalam hatiku. Aku tidak pernah menanyakan apa keinginan hatiku, apa yang aku inginkan? Bahkan aku merasa malah menutupi keinginanku. Aku terjebak di dalam pola pikir yang salah. Dari sudut pandangku saat itu, aku merasa tersesat dalam pikiranku yang hancur dari dalam.

Pikiran, mimpi, dan idealismeku yang hancur adalah keyakinan bahwa aku adalah orang yang mampu. Aku pernah merasa kalau aku mampu melihat hidup dengan baik dan benar. Aku sebelumnya merasa bahwa aku tidak seperti orang lain, aku tidak bisa didorong oleh pemikiran yang dangkal. Aku percaya kalau kelakuanku terhitung, hasil dari pemikiranku. Nyatanya, aku telah berhasil ditenggelamkan oleh pemikiranku sendiri. Aku salah dengan mengesampingkan perasaanku. Bom waktu emosiku rasanya telah meledak, memenuhi otakku oleh emosi yang tidak pernah ku perhatikan.

Saat itu aku tidak memikirkan Tuhan. Aku percaya, aku adalah orang yang rasional. Pemikiranku mengenai Tuhan saat itu adalah kepercayaan mentah yang orang telan. Aku tidak percaya kalau Tuhan itu ada di tengah dunia yang kacau dari kacamataku ini. Aku merasa tidak melihat Tuhan dari orang yang memenuhi gereja.

Aku yang Hidup

Aku merasakan penemuan ku akan Tuhan adalah saat aku bekerja atau melakukan sesuatu. Aku merasa dituntun dan diarahkan. Aku merasa digunakan untuk membantu mewujudkan dunia yang baik, setidaknya dunia yang sama yang aku harapkan. Aku merasa berguna dan berharga. Perasaan itu yang aku rasakan ketika aku masuk ke ATMI. Aku merasakan bagaimana menjadi orang yang sibuk. Aku merasakan bagaimana aku tidak bisa diam di dalam waktu yang terus berjalan. Di sini, aku belajar untuk merawat hatiku. Untuk bertindak dengan pikiran, mengikuti kata hati. Aku juga belajar untuk menemukan diriku yang telah ku bungkam, juga diriku yang merasa berharga dan berguna.

Aku mengalami banyak pertemuan yang berharga buatku. Aku bertemu dengan orang-orang yang telah membantuku melihat kembali hidup. Aku bertemu dengan cara baru untuk berpikir, cara baru untuk memandang dunia. Dunia yang memang gila, tapi tetap dunia yang hidup. Aku belajar untuk membiarkan hatiku berbicara, membiarkan otakku bermimpi, membiarkan tanganku berkarya. Aku bisa melihat dan merasakan wajah Tuhan di setiap orang, dan ciptaan. Aku menyadari Tuhan yang peduli, Tuhan yang mendorong, Tuhan yang mengarahkan, sampai akhirnya aku bisa menyadari Tuhan yang menerima dan mencintai.

Aku memperdalam kekuranganku sebagai seorang teknik, bukan hakim. Aku menemukan diriku lagi sebagai seorang yang penasaran dan suka belajar. Aku merasa bisa melihat kembali mimpiku yang tadinya tertutup kabut. Mimpiku tidak lebih dekat, tapi bisa ku kejar dan perjuangkan. Di titik ini aku bisa melihat apa yang bisa aku lakukan untuk berkembang. Aku juga bisa melihat hal yang memang tidak bisa ku kendalikan, hal salah jika ku gantungkan sebagai patokan kebahagiaan. Banyak hal yang sebenarnya adalah hasil dari ketergantungan alam yang memang tidak bisa dikendalikan, tapi tidak kacau. Semua memiliki sebab dan alasan. Aku jadi sadar, Aku yang sampai di titik ini bukanlah keputusanku saja. Tapi Tuhan yang membiarkan dan mengarahkan diriku untuk ada di sini. Aku dicintai dan diterima kehadirannya. Aku juga merasa didorong untuk berkarya melalui mimpi dan perjuanganku di sini.

Dari refleksi ini aku bisa mensyukuri perjalananku. Entah kenapa aku bisa melihat diriku dalam perjalanan hidup yang sama dengan Inigo. Dari Pamplona, aku digiring ke puri Loyola. Dari situ aku menemukan Tuhan dan diriku, melihat perjalanan dan perjuangan baru dalam hidupku. Perjalanan yang kenyataannya memang tidak lurus, tapi bisa ku jalani dengan semangat dan suka cita. Aku belajar untuk mencintai hidup ini. Aku menyadari sikap hidup dari Inigo yang selalu kritis terhadap batinnya, dan selalu terbuka untuk mendengar suara tuntunan dan pengarahan Tuhan yang hidup didalam dirinya. Dia ambisius, berani membayangkan dan mewujudkan mimpinya. Dia menyerah kepada kehendak Tuhan yang mengarahkan dia melalui kehendak hatinya. Aku senang bisa ikut belajar dari perjalanannya. Aku berharap bisa mendengarkan dan menemukan Tuhan dari setiap hal yang aku rasakan. Aku berharap bisa membawa kebaikan pada dunia ini secara tulus dari dalam keluar. Menghidupkan dunia ini, dimulai dari diriku yang hidup dan dicinta.

Refleksi oleh Antonius Mikael – Mahasiswa Politeknik Industri ATMI

Rekoleksi-Community-Building

Sudut Pandang Baru – Refleksi Rekoleksi Antonius Mikael

Refleksi Salah Satu Mahasiswa Peserta Rekoleksi

Sudut Pandang Baru

Kemarin aku merasa senang karena dapat lebih mengenal kepribadianku. Sebelumnya, aku merasa bingung mengenai kepribadianku. Bingung mengenai perasaanku, mengapa aku bertindak demikian. Hari itu aku diperkenalkan dengan eneagram. Salah satu jenis pengelompokan kepribadian, berdasarkan kuisioner yang telah kami isi pada hari sebelumnya. Setelah menerima penjelasan dasar mengenai eneagramku, Aku diminta untuk memeriksa kecocokan penjelasan eneagramku dengan kebiasaan dan pengalaman ku. Aku sangat kaget dan terkesan dengan penjelasan ini. Bisa ku katakan hampir semuanya sesuai dengan kepribadianku.

Penjelasan eneagram ku memberikan penjabaran yang lengkap mengenai kepribadianku. Eneagram menjelaskan sifat – sifat ku, baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan ada penjelasan mengenai motivasi dasarku dan perilaku khas dari eneagramku. Pemeriksaan eneagram memberikan kesempatan bagiku untuk merefleksikan sifat – sifatku, menyadarkanku dengan kekuatan dan kelemahanku.

Penjabaran ini yang aku rasa sebagai hal yang sulit ku dapatkan, bila tidak mengikuti rekoleksi ini.
Yang menjadi AHA momen bagi ku adalah ketika aku membaca tawaran bantuan dari penjelasan eneagram. Salah satu yang tertulis di situ adalah bahwa aku berbakat untuk mengamati, sehingga aku mampu untuk memahami orang lain. Salah satu hal yang membuat ku terpuruk adalah penarikan diri. Aku tidak tahu bagaimana orang akan merespon ku saat berinteraksi. Sebelumnya aku sudah menyadari kemampuan ku untuk menganalisa dan memahami hal. Aku tidak pernah berfikir bahwa kemampuan itu bisa ku manfaatkan untuk memahami orang lain.

Aku memaknai momen penyadaran itu sebagai ajakan untuk melihat dengan sudut pandang yang baru. Aku tahu, aku adalah orang yang penasaran dengan hal baru yang menarik. Terutama dengan ilmu pengetahuan Alam dan teknologi. Ketertarikan itu yang membuat ku masuk ke dunia teknik. Bagi ku, pemahaman manusia akan alam sangat menakjubkan. Kemampuan kita untuk memprediksi dan memanfaatkan hal di sekitar kita untuk kebaikan manusia. Dari mekanisme sederhana, sampai mesin kompleks yang membantu kita dari segala aspek kehidupan. Mengapa aku tidak melihat lebih dalam?

Sumber dari semua itu adalah otak manusia. Otak yang sama, yang ada di setiap orang. Otak yang tidak hanya bisa berfikir, tapi juga bisa merasakan. Aku mencoba melihat kembali sekitar. Aku menyadari bahwa aku kurang berusaha untuk melihat orang lain. Aku menganggap semua orang itu sama. Padahal mereka penuh dengan keunikan. Setiap orang memiliki sifat dan cerita yang berbeda -beda. Mereka memiliki ide dan sudut pandanya sendiri, yang sama pentingnya dengan ku.

Kegiatan rekoleksi juga menguatkan kesadaran ku akan hal ini. Aku diberi kesempatan untuk melihat kekuatan, ketakutan, dan harapan teman – teman ku dari sudut pandang mereka. Pada hari ke dua, aku juga diminta untuk lebih melihat sekitar ku. Dengan membersihkan lingkungan dan mendengar cerita dari kehidupan orang lain. Orang yang biasanya ku lewati sehari – hari tanpa ku sadari.

Kesadaran ini menjadi ajakan bagi ku untuk lebih berempati dengan semua orang. Untuk lebih mengenal, melihat, dan mendengar. Dengan menyadari lingkungan dan orang – orang disekitarku, aku dapat mengetahui masalah yang ada dan dimiliki orang dan lingkungan. Harapanku, aku bisa membantu memecahkan masalah itu, apalagi dengan bantuan teknologi rekayasa yang aku pelajari di ATMI.

Refleksi Oleh Antonius Mikael – Politeknik Industri ATMI CIkarang