WhatsApp Image 2025-10-20 at 08.29.19

Angkatan 23 – Di Balik Segala Hal yang Melelahkan, Ada Perasaan yang Tak Tergantikan

Be A Light. Fight Against Bad Spirit” menjadi moto Politeknik Industri ATMI Cikarang dalam peringatan Santo Michael, sosok pelindung dan teladan bagi kaum muda. Momen perayaan ini seharusnya jatuh pada 29 September, namun tahun ini Politeknik Industri ATMI Cikarang berkesempatan merayakannya pada Jumat, 3 Oktober 2025.

Mahasiswa dari semua tingkat — mulai dari tingkat 1, 2, hingga 3 — ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan dan penampilan pada malam puncak Michael Day. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian: semangat dan kekompakan mahasiswa Angkatan 23, para mahasiswa baru yang berhasil mencuri perhatian lewat penampilan mereka.

Persiapan Singkat, Semangat Tak Terbatas

Meski disibukkan dengan jadwal praktik dan masa adaptasi di kampus, mahasiswa tingkat 1 tetap menyempatkan diri untuk menyiapkan penampilan terbaik. Di tengah kebingungan awal, dua mahasiswa, Mandala dan Syaila, muncul sebagai penanggung jawab yang membawa ide segar dan arah yang jelas.

Awalnya, mereka berencana menampilkan flashmob, namun kemudian muncul gagasan untuk menambah variasi agar lebih menarik. Akhirnya, disepakati tema besar “Keberagaman Budaya Indonesia” sebagai wujud kekayaan dan persatuan bangsa.

Mandala kemudian membagi teman-teman menjadi lima kelompok besar berdasarkan lima pulau utama di Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Setiap kelompok diminta mengeksplorasi kekhasan daerah masing-masing — mulai dari tarian, permainan tradisional, hingga adat istiadat.

Tak Hanya Menari, Tapi Juga Bernyanyi

Selain kelompok budaya, beberapa mahasiswa juga membentuk band angkatan. Terdiri dari Ardi (drum), Grego dan Marcel (gitar), Lintang (bass), serta Louissa (vokal), mereka berasal dari berbagai program studi yang berbeda. Dalam waktu hanya satu minggu, mereka berlatih intens dan memutuskan untuk membawakan tiga lagu dari musisi legendaris Indonesia seperti Once Mekel dan Sheila On 7.

Kesibukan Bukan Penghalang, Semua Dikerjakan Sepenuh Hati

Setelah berbagai diskusi dan perdebatan — mulai dari konsep, kostum, hingga properti — akhirnya setiap kelompok menemukan bentuk penampilan mereka. Beberapa di antaranya adalah:

  • Pulau Jawa: menampilkan adat sunatan dengan arak-arakan kapal mini,

  • Pulau Sumatra: menari Sinanggar Tulo,

  • Pulau Kalimantan: memperagakan tradisi Lompat Tongkat,

  • Pulau Sulawesi: memainkan Majeka dan Makkadendeng,

  • Pulau Papua: membawakan tarian Tamang Pung Kisah dari Indonesia Timur.

Seluruh properti, mulai dari rok rumbai-rumbai hingga hiasan kepala, dibuat sendiri oleh para mahasiswa. Mereka bekerja sepenuh hati, tanpa paksaan, demi menampilkan yang terbaik di malam Michael Day.

Lebih dari Sekadar Michael Day — Ini Tentang Kebersamaan

Sebelum acara puncak, mahasiswa Katolik mengikuti Misa Perayaan Santo Mikael, sementara mahasiswa Muslim mengadakan Tasyakuran. Setelah itu, seluruh tim langsung bersiap untuk tampil di panggung.

Penampilan dibuka dengan tarung sarung, dilanjutkan band perform, dan ditutup oleh flashmob angkatan yang penuh energi.
Seluruh rangkaian berjalan meriah, disambut sorak dukungan antarangkatan yang menambah hangat suasana malam itu.

Meski awalnya semua terasa melelahkan, usai acara justru muncul perasaan haru dan rindu. Kebersamaan, kerja sama, dan solidaritas yang terjalin selama persiapan meninggalkan kesan mendalam bagi setiap mahasiswa. “Awalnya berat, tapi karena saling dukung, semua terasa ringan dan menyenangkan,” ungkap salah satu anggota Angkatan 23.

Dari sinilah tumbuh rasa kekeluargaan yang kuat di antara mereka — sebuah pengalaman berharga yang akan selalu dikenang, bahkan setelah lampu panggung Michael Day padam.

Catharina Yumalouissa Crysanti (Mahasiswi Angkatan 23)

WhatsApp Image 2025-10-20 at 14.38.46 (2)

Xaverius Dormitory Politeknik Industri ATMI Cikarang Gelar Pelatihan Kampus Tangguh Bencana

Cikarang – Suasana Aula Xaverius Dormitory Politeknik Industri ATMI Cikarang tampak serius pada Jumat, 10 Oktober 2025. Mahasiswa tingkat I Politeknik Industri ATMI Cikarang mengikuti kegiatan rekoleksi kedua yang menjadi bagian dari rangkaian pembinaan di Rumah Formasi Xaverius Dormitory. Rekoleksi kali ini mengusung tema “Pelatihan Kampus Tangguh Bencana Politeknik Industri ATMI”, sebagai upaya memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di lingkungan kampus.

Kegiatan yang berlangsung pada 10–12 Oktober 2025 ini resmi dibuka oleh Drs. Pangarso Suryotomo, Direktur Kesiapsiagaan BNPB. Beberapa narasumber inspiratif turut hadir, di antaranya B. Sulistyono A.R., S.E., M.M., Koordinator Bidang Kebencanaan Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta beserta timnya, serta rekan-rekan dari Medisar Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, organisasi mahasiswa yang berfokus pada penanganan kegawatdaruratan medis dan telah bersertifikat SAR darat dari BNPB.

Pelatihan Kampus Tangguh Bencana tahun ini menjadi momen istimewa bagi Promoter Xaverius Dormitory generasi kedua, karena mereka tidak hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga sebagai fasilitator yang mendampingi dan membimbing adik tingkatnya selama kegiatan berlangsung.

Penanggulangan Kebakaran: APAR dan Karung Goni

Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun pelaksanaan, pelatihan kali ini menghadirkan sesi khusus mengenai penanggulangan kebakaran. Sesi yang berlangsung pada Sabtu, 11 Oktober 2025 ini menghadirkan Pak Fredrick dari Lembaga Daya Dharma KAJ sebagai pemateri. Ia memberikan pemahaman tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dalam konteks kebakaran, teori api dan anatomi kebakaran, serta pengenalan sistem proteksi dan prosedur darurat.

Menjelang siang, peserta berkesempatan melakukan simulasi pemadaman api langsung menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) dan karung goni. Suasana menjadi antusias saat para mahasiswa mencoba memadamkan api bergiliran, menerapkan teori yang baru mereka pelajari.
Melalui latihan ini, peserta diharapkan lebih siap dan sigap menghadapi situasi darurat kebakaran, baik di lingkungan kampus maupun di tempat tinggal.

Pertolongan Pertama: Aku Hadir untuk Menyelamatkan

Siang hingga sore hari, kegiatan berlanjut dengan sesi pelatihan pertolongan pertama yang dibawakan oleh tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta — Alexander David Silawa, Ferdian Manuel Wijaya, dan Mercelinda Safitri — yang tergabung dalam organisasi Medisar (Medical Search and Rescue).

Materi yang diberikan meliputi Bantuan Hidup Dasar (BHD), penanganan tersedak (choking), fraktur, balutan dan pembidaian (immobilisasi), luka dan pendarahan, gigitan ular, sengatan listrik, serta penggunaan tandu dan teknik logroll.

Selain itu, Ibu Puspita dari LDD KAJ memberikan tambahan materi mengenai evakuasi dan P3K saat bencana.

Sebagai penutup sesi, peserta melakukan praktik langsung seperti CPR dengan ambu bag, simulasi penggunaan tandu, serta penanganan fraktur. Semangat belajar dan kerja sama tim tampak kuat selama pelatihan berlangsung.

Simulasi Gempa: Uji Kesiapsiagaan di Xaverius Dormitory

Pelatihan ditutup pada Minggu, 12 Oktober 2025 dengan simulasi bencana gempa bumi. Simulasi berjalan lancar dan tertib. Para peserta menunjukkan keseriusan dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari dua hari sebelumnya — mulai dari prosedur evakuasi, pertolongan pertama, hingga koordinasi antar tim.

Fasilitator menilai, para peserta telah mampu menerapkan prinsip-prinsip tanggap darurat dengan baik. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan bencana di lingkungan kampus dan tempat tinggal masing-masing.

Refleksi Peserta: Belajar dari Pengalaman Nyata

Salah satu peserta, Ignatius Radyamas Lintang Widyantoro, mengungkapkan kesan mendalam terhadap kegiatan ini.

“Bagian paling berkesan adalah simulasi tanggap bencana. Kami berlatih langsung menerapkan SOP 1 sampai 3 dengan runtut. Dari pelatihan ini, saya belajar bagaimana bertindak teratur dan aman dalam situasi darurat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengalaman ini menumbuhkan kesadaran pentingnya disiplin demi keselamatan bersama.

“Dengan menaati prosedur, saya semakin mengerti bahwa tata tertib sangat berpengaruh terhadap keselamatan diri sendiri dan orang lain,” lanjutnya.

Peserta lainnya, Stephanus Yortin Yoga, juga menyampaikan antusiasmenya.

“Saya sangat senang ikut pelatihan ini karena sekarang saya tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. Minimal saya bisa menyelamatkan diri sendiri, orang yang saya sayangi, bahkan membantu orang lain,” katanya.
“Kita tidak pernah tahu kapan bencana datang, jadi pengetahuan dan kesiapan seperti ini sangat penting,” tutupnya.

Menjadi Cerminan Kebaikan Tuhan

Melalui pelatihan Kampus Tangguh Bencana, para peserta tidak hanya dibekali kemampuan teknis menghadapi situasi darurat, tetapi juga ditumbuhkan semangat kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama.
Pembelajaran tentang kesiapsiagaan, pertolongan pertama, dan kerja sama tim menjadi pengalaman berharga yang menanamkan nilai tanggung jawab serta empati.

Kegiatan ini juga mengingatkan bahwa ketangguhan bukan hanya soal fisik, tetapi juga kesiapan hati untuk melayani. Dengan semangat Ignasian, seluruh civitas Xaverius Dormitory dan Politeknik Industri ATMI Cikarang diajak untuk menjadi pribadi yang siap menolong, tangguh menghadapi tantangan, dan menjadi cerminan kebaikan Tuhan di tengah masyarakat.

Felix Gerardo Yunanto Putro (Promoter of Leaders)

IMG_8245

Refleksi Mengikuti Training for Trainer Animator: Belajar Mendengarkan dengan Hati

“Bagaimana rasanya didengarkan?”
Pertanyaan sederhana itu ternyata menyentuh banyak hal dalam diri saya. Banyak orang ingin didengarkan, namun tak banyak yang benar-benar mau mendengarkan orang lain dengan sepenuh hati.

Melalui pelatihan Training for Trainer (TFT) Animator yang saya ikuti bulan Agustus lalu, saya belajar bahwa memahami perasaan orang lain bukanlah hal mudah. Apa yang menurut kita baik, belum tentu dirasakan sama oleh orang lain. Bahkan, ketika seseorang sedang bercerita atau curhat, respons yang kita anggap menenangkan bisa saja justru membuatnya bingung, merasa dihakimi, atau semakin terbebani tanpa kita sadari. Alih-alih menemukan solusi, ia malah menutup diri.

Saya tidak pernah benar-benar berpikir untuk belajar menjadi pendengar yang baik. Namun, satu hari penuh dalam pelatihan ini membuka mata saya — betapa pentingnya hadir bagi orang lain dengan tulus, mendengarkan tanpa menghakimi, dan memberi ruang bagi mereka untuk memproses perasaannya sendiri.

Sebelum mengikuti TFT, saya merasa cukup hanya dengan “hadir” di sisi seseorang. Saya pikir, keberadaan saya saja sudah berarti. Tapi ketika tahu bahwa saya akan menjadi Promoter dan Fasilitator, saya sadar bahwa pengalaman saja tidak cukup. Ada dorongan untuk terbuka dan mengolah diri agar bisa mendampingi orang lain dengan lebih baik.

Awalnya, saya mengira materi yang disampaikan akan sama seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya — tentang Spiritualitas Ignasian. Namun, kali ini saya menangkap pesan yang lebih dalam: spiritualitas bukan sekadar soal mengenal Tuhan, tetapi juga tentang mengenal diri sendiri dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam TFT Animator, saya belajar bahwa seorang animator bukan hanya fasilitator, tetapi juga pendamping, asisten, dan sahabat rohani. Ia perlu memahami perasaan, pikiran, dan dinamika batin orang lain.

Pelatihan ini terdiri dari tiga sesi utama:

  1. Mendalami panggilan untuk mencintai melalui kisah Ignasian,
  2. Introduksi Animator dan percakapan rohani, dan
  3. Latihan Wawan Hati dalam kelompok kecil.

Di sesi latihan Wawan Hati, saya mendapat kesempatan menjadi “Pendengar” dan “Didengar”. Pengalaman itu membuka kesadaran baru: menjadi pendengar berarti hadir sepenuhnya — bukan hanya mendengar kata-kata, tetapi juga memahami rasa yang tersembunyi di baliknya. Ketika saya menjadi pihak yang didengarkan, saya ingin lawan bicara benar-benar hadir, tidak menghakimi, dan mendengarkan dengan hati. Sebaliknya, saat menjadi pendengar, saya belajar bahwa keterbukaan dari orang lain tidak muncul begitu saja; ia tumbuh dari respons yang tulus, empati, dan penerimaan.

Ada satu “aha moment” yang tak terlupakan: perasaan lega dan hangat ketika saya mampu membantu seseorang melihat kembali luka-lukanya dan berdamai dengan dirinya. Dari situ, saya menyadari bahwa menjadi pendamping bukan tentang memberi solusi, melainkan tentang menemani proses seseorang menemukan kedamaian batinnya.

Saya masih terus belajar. Namun, dari pelatihan ini saya membawa satu harapan kecil — semoga saya bisa menjadi Animator yang hadir dengan hati, yang mau mendengarkan, menemani, dan membantu orang lain membuka diri untuk sembuh dan bertumbuh.

Litani Marianju

Manajemen Industri/Tk2

IMG_8603

Arrupe Insight Eps. 3 “Roda Kehidupan Selalu Berputar”

Salah satu yang menjadi kegiatan rutin Komunitas Mahasiswa Katolik (KMK), Arrupe INSIGHT, kembali digelar dengan menghadirkan narasumber istimewa, Yoannes Fredy Sakti, CEO PT Trimitra Nusantara Sakti. Dalam episode ke-3 ini, Pak Fredy berbagi kisah perjalanan hidup dan pelajaran berharga yang ia dapatkan selama berkecimpung di dunia industri.

Kisah Masa Kuliah: Belajar untuk Saling Membantu

Pak Fredy mengawali ceritanya dengan mengenang masa kuliah di ATMI Solo. Ia merupakan angkatan 37 (2007) dari jurusan Perancangan, yang saat itu masih tergolong baru. Menariknya, pada masa itu terdapat dua kelompok mahasiswa yang cukup kontras: lulusan SMK, yang unggul dalam praktik, dan lulusan SMA, yang lebih kuat di teori. Kedua kelompok cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa mau saling membantu.

Melihat kondisi itu, Pak Fredy bersama teman-temannya sepakat untuk menghapus sekat dan saling mendukung agar tidak ada yang tertinggal. Ia masih mengingat satu kejadian menyedihkan, ketika seorang teman harus dikeluarkan karena gagal dalam praktik, padahal ia sangat cerdas secara teori. Menurut Pak Fredy, hal tersebut bisa dihindari jika antar-mahasiswa mau saling membantu. Dari pengalaman itu, ia belajar pentingnya kerjasama dan solidaritas.

Bertahan di Masa Sulit: Ketika Pandemi Menguji

Tantangan besar datang ketika pandemi COVID-19 melanda dunia pada tahun 2019–2022. Saat itu, Pak Fredy baru saja mendirikan PT Trimitra Nusantara Sakti. Kebijakan pembatasan aktivitas membuat hampir seluruh bidang usaha lumpuh, termasuk perusahaannya yang kesulitan mendapatkan pesanan. Kondisi tersebut membuat Pak Fredy sempat mengalami tekanan mental dan mempertanyakan rencana Tuhan.

Namun, keajaiban datang dari arah yang tak terduga. Seorang alumni ATMI menghubunginya dan memesan baju hazmat, produk yang sebenarnya di luar bidang utama perusahaannya. Dengan tekad dan keyakinan, Pak Fredy menerima pesanan itu. Keputusan tersebut menjadi titik balik kebangkitan perusahaannya. Kini, PT Trimitra Nusantara Sakti telah berkembang pesat dan memiliki enam cabang di berbagai daerah.

Pelajaran Hidup: Roda Selalu Berputar

Dalam sesi sharing, Pak Fredy menegaskan bahwa roda kehidupan akan selalu berputar—kadang di bawah, kadang di atas. Ia teringat dengan teman-teman masa kuliah yang dulu ia bantu. Ia merasa bahwa segala kebaikan yang ia lakukan di masa lalu kini berbuah menjadi berkat di kehidupannya saat ini.

Menurutnya, kebaikan akan selalu kembali, meski tidak selalu melalui orang yang sama. “Kalau kita berbuat baik, hasilnya akan kembali dalam bentuk yang tak disangka. Begitu pula sebaliknya,” ujarnya. Saya pribadi sangat setuju dengan pesan tersebut. Dalam hidup, sering kali saat kita berada di posisi sulit, selalu ada jalan keluar yang muncul dengan cara yang tidak terduga. Kebaikan memang tidak pernah hilang.

Gigih dan Percaya pada Rencana Tuhan

Di akhir sesi, Pak Fredy berpesan kepada peserta untuk tetap gigih dan percaya pada Tuhan. Setiap kesulitan, adalah proses pembentukan diri agar menjadi pribadi yang lebih kuat. “Selalu ingat Tuhan dalam setiap langkah. Ajaklah Tuhan berbicara seperti kamu mengobrol dengan temanmu,” tuturnya.

Pesan tersebut menjadi penutup yang hangat sekaligus pengingat bahwa dalam setiap putaran roda kehidupan, iman, ketekunan, dan kebaikan hati akan selalu membawa kita menuju terang.

Renata Veronika

Prodi : Manajemen Industri (tk3)

WhatsApp Image 2025-10-14 at 09.12.01

Rekoleksi Community Building: Mahasiswa/i Politeknik Industri ATMI Cikarang Melatih Kepekaan Diri dan Kepedulian Komunitas

Cikarang – Lebih dari sekedar kegiatan kampus biasa, Rekoleksi Community Building yang diikuti oleh Mahasiswa/i kampus Politeknik Industri ATMI, Cikarang, Angkatan 23 (Tahun Ajaran 2025/2026) pada Jumat – Minggu, 12 – 14 September 2025. Komunitas mengajak para peserta untuk menengok kembali pengalaman-pengalaman pribadi mereka, mengasah hati dan empati, dan melatih kebersamaan dengan melewati rangkaian sesi yang penuh dengan butir-butir refleksi dan eksperimen.

Acara ini adalah ajakan Xaverius Dormitory yang memadukan metode spiritual-reflektif dan praktik sosial secara konkret. Dalam pembukaan pada Jumat malam, telah ditekankan bahwa rekoleksi bukanlah kegiatan yang terlepas dari agama melainkan sebuah kesempatan untuk “recollect” pengalaman hidup — menghimpun pelajaran masa lalu sebagai pupuk untuk masa depan.

Enneagram hingga Examen Conscientiae

Sesi awal difokuskan pada pengenalan tes kepribadian Enneagram dan refleksi batin melalui Examen Conscientiae. Peserta mengisi Enneagram dan mencocokkan pola pribadi utama dan sekunder, lalu berpasangan untuk saling mencocokkan dan mendalami rasa kekeluargaan terhadap pasangannya serta membibitkan kepercayaan satu sama lain. Diawali oleh Imelda yang membagikan pengalamannya telah mengikuti tes MBTI, mengingatkan bahwa hasil tes bukanlah label tetap – melainkan titik awal untuk mengenal diri dan merencanakan perubahan.

Agere Contra: Menaklukkan Ketakutan Batin

Salah satu sesi spesial adalah Agere Contra. Di dalam suasana malam hari yang sengaja dibuat senyap, menantang dan ditemani oleh lilin, para peserta ditugaskan untuk memisahkan dan menghitung kerikil, biji-bijian, beras putih, dan beras merah yang sudah tercampur dalam satu wadah —  sebuah latihan simbolis untuk menghadapi kebingungan, rasa sepi, dan juga ketakutan.

Kegiatan ini dirancang untuk membantu setiap individu menyentuh disposisi batin mereka sendiri, menerima ketidaknyamanan, dan melatih rasa keberanian dalam bertindak yang juga bertentangan dengan naluri pasif.

Eksperimen Lapangan: Belajar dari Buku Kehidupan

Hari berikutnya, peserta dibagi menjadi kelompok untuk menjalankan Social Experiment — memungut puntung rokok dan tutup botol, mewawancarai dan membantu para “pejuang ekonomi” berpenghasilan rendah tanpa membawa perangkat komunikasi atau mata uang sepeserpun. Empat lokasi yang berada di sekitar kampus dipilih  sebagai titik pengamatan: komplek perumahan Graha Asri, Pasar Bersih, Stadion Wibawa Mukti, dan Pasimal. Selama sekitar 5 jam, para peserta juga berhasil mengumpulkan 5434 puntung rokok dan 5630 tutup botol plastik Tujuannya bukan untuk sekedar mengumpulkan data ataupun sampah, tetapi membuka ruang dialog tanpa medium yang biasa mengaburkan hubungan manusia, sehingga mahasiswa dapat mendengar narasi hidup nyata dan merespons dengan kehadiran langsung.

Sharing, Menjadi Tour Guide Pengalaman

Setiap basis kemudian melakukan sharing dari pengalaman eksperimen dan menjadikannya sebuah Museum yang mengekspresikan intisari temuan dan perasaan kelompok. Berisikan gambar dan ekspresi masing-masing basis dijadikan sebagai “Museum” — setiap basis bergiliran untuk mendengar pengalaman basis lain, memperkaya perspektif dan memungkinkan pembelajaran silang antar kelompok.

Treasure Hunting Dengan Kode

Pada Minggu pagi, di masa-masa lesu setelah beristirahat dari eksperimen. Dikumpulkan kembali antar basis untuk diberikan petunjuk harta karun, yang ternyata harus dipecahkan karena petunjuk tersebut bersifat kode. Ditekankan dengan pertandingan dengan basis lain untuk penemu harta karun tercepat, mengharuskan kerjasama antar anggota untuk menemukan lokasi harta karun yang sesungguhnya. Setiap basis disiapkan masing-masing satu harta karun dalam bentuk bendera — Bendera berisikan logo yang ditentukan oleh masing-masing basis.

Melalui banyaknya penjelajahan dunia batin telah mengajarkan banyaknya nilai-nilai moral untuk tetap bersyukur di dalam keadaan apapun. Dengan hasil memungut sekitar

5434 puntung rokok dan 5630 tutup botol oleh para peserta Rekoleksi juga menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan alam semesta yang telah diberikan Tuhan. Semoga harapan agar kelancaran dinamika kehidupan Angkatan 23 Politeknik Industri ATMI Cikarang dapat terkabulkan melalui benih yang telah ditanam melalui acara Rekoleksi Community Building.

Fransiskus Xaverius Dennis, Promoter of Leaders 👊

IMG_7428

Arrupe Insight Eps. 2 “Melampaui Titik Balik : Refleksi Daya Tahan, Transformasi, dan Jalan yang Tak Lurus”

Di tengah derasnya arus industri dan dinamisnya dunia kerja, dua alumni kolese Michael (ATMI Surakarta) – Mas Vincentius Santoso dan Mas Sonny Arianto – berbagi kisah perjalanan mereka. Bukan sekadar cerita karier yang berliku, tetapi juga tentang proses pemurnian diri, titik balik kehidupan, dan bagaimana pendidikan teknik yang solid menjadi fondasi transformasi menuju kedewasaan profesional sekaligus personal.

Perjalanan Dua Alumni

Mas Vincentius Santoso, lulusan program akselerasi ATMI Surakarta tahun 1972 yang hanya tersedia untuk 10 angkatan, memulai karier di bidang perawatan mesin dengan dasar teknikal yang kuat. Tak lama setelah lulus, beliau memperdalam ilmu di bidang ekonomi manajemen dan membuka jalan ke dunia penjualan alat-alat teknik. Tahun 2002 menjadi momentum penting ketika beliau masuk ke industri utilitas, menangani sistem boiler, turbin, dan genset pada berbagai proyek yang menuntut presisi teknik sekaligus kecakapan manajemen energi.

Sementara itu, Mas Sonny Arianto, lulusan SMK Santo Mikael dan ATMI Surakarta, menempuh jalur berbeda. Kariernya diawali di PT Kawan Lama Sejahtera sebagai sales hingga 2016, kemudian berlanjut di PT Isotema sejak 2018. Ia mengakui bahwa jalur karier tidak selalu sesuai dengan rencana awal, namun tetap penuh makna. Dari pengalaman tersebut, beliau belajar tentang pentingnya komunikasi, fleksibilitas, dan pembelajaran lintas bidang.

Pelajaran dari Titik Balik

Pengalaman jatuh bangun membentuk cara pandang mereka. Mas Vincent pernah mengalami cedera akibat gerinda tangan – sebuah momen sederhana yang mengajarkannya pentingnya keselamatan kerja. Sedangkan Mas Sonny mengingat pengalaman menitipkan benda kerja saat ujian sebagai pengingat bahwa jalan pintas tak selalu menyelamatkan.

Bagi keduanya, daya tahan bukan hanya kemampuan menyelesaikan pekerjaan, melainkan juga ketepatan waktu, integritas, dan kejujuran dalam proses. Soft skill, seperti kemampuan beradaptasi dan berkomunikasi lintas karakter, menjadi kunci penting yang menentukan kesuksesan.

Daya Tahan, Bukan Sekadar Kemampuan

ATMI bukan hanya membekali keterampilan teknis. “Yang ditanamkan adalah daya tahan,” ujar Mas Vincent. Ketahanan untuk menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas, ketepatan waktu, dan kejujuran dalam proses menjadi nilai-nilai inti yang membekas. Mas Sonny menegaskan, keterlambatan bukan hanya soal waktu, tapi soal integritas terhadap komitmen.

Dalam perbincangan, keduanya menyinggung tantangan yang tidak melulu bersifat teknis. Adaptasi, komunikasi lintas karakter, dan respons terhadap perbedaan menjadi tantangan terbesar di dunia kerja. Karakter, kata mereka, memang tidak bisa diubah, tetapi reaksi bisa dilatih. Inilah esensi dari soft skill: kemampuan yang tak tampak, namun menentukan.

Mas Vincent membagikan refleksi khas: “Doa itu tidak mengubah segalanya, tetapi mengubah dirimu. Dirimu yang berubah itu akan mengubah segalanya.” Dalam pandangannya, pemimpin bukan sekadar penunjuk arah, tapi pendayung bersama. Bukan pengatur, melainkan penggerak.

Antara Jatuh, Ritme, dan Tingkatan Kesadaran

“Jatuh itu persiapan untuk yang lain,” ujar Mas Vincent, menolak istilah ‘jatuh bangun’ yang seolah melukiskan penderitaan. Baginya, hidup adalah serangkaian turning point. Ia pernah tiga kali keluar-masuk perusahaan yang sama bukan karena kegagalan, tapi karena proses leveling up. “Jangan bilang ke HRD kamu mundur. Bilang kamu memajukan diri.”

Mas Sonny menambahkan, “Kenyamanan bisa membunuh.” Ritme kerja bukan soal tetap dalam zona nyaman, tapi tentang kesadaran akan dunia yang lebih luas. Refleksi, bagi mereka, bukan hanya mengenang masa lalu. Ia adalah kebiasaan yang membawa kejelasan arah dan tindakan konkret.

Pendidikan Vokasi dan Transformasi Diri

Pertanyaan dari peserta membuka ruang refleksi mendalam tentang sosok Romo Casutt pendiri ATMI yang melihat pendidikan vokasi bukan sekadar alat mencetak teknisi, melainkan wahana membentuk manusia utuh. “Soft skill memang tidak langsung terasa, tapi sangat menentukan,” ujar Mas Vincent. “ATMI memberi pondasi paling dasar agar siap kerja, tapi kamu harus tetap bertransformasi menjadi lebih besar.”

Bagi mereka, interaksi bukan sekadar soal bicara. Ia adalah seni memahami karakter orang lain, menyelaraskan diri, dan tetap menjadi diri sendiri. “Istilah ‘sok ATMI’ itu sebetulnya brand image yang baik. Orang menaruh harapan pada kita. Jangan kecewakan itu,” kata Mas Vincent.

Menakar Sukses dan Menjadi Manusia

Sukses, dalam pandangan mereka, bukan tujuan akhir, melainkan langkah-langkah kecil yang dijalani dengan kesadaran. Bagi Mas Vincent, sukses adalah “apakah hari ini kamu melakukan apa yang kamu inginkan?” Refleksi dan kontemplasi bukan aktivitas pasif, tapi cara memilah apa yang baik dan benar, lalu memilih untuk melakukannya.

Keduanya sepakat: membangun kesadaran dalam berinteraksi adalah bagian dari tanggung jawab sebagai manusia. Dan itu tidak bisa dibangun dalam diam. Interaksi, membaca, berdialog, dan mencoba semua adalah bentuk latihan agar kita tidak pasif dalam dunia yang penuh dinamika.

Hadir untuk Tumbuh

Mas Sonny menekankan pentingnya membaca dan terus belajar melalui seminar dan forum diskusi. Mas Vincent menutup dengan nada optimis, “Hadir di acara ini adalah langkah yang baik. Gunakan waktumu untuk kegiatan yang membawa kamu pada kemajuan. Agar saat waktunya datang, kamu sudah siap.”

Mereka tak menawarkan kisah heroik. Yang mereka tawarkan adalah kedalaman kisah tentang konsistensi, keberanian melangkah, dan kemauan terus belajar. Dunia kerja bukan ladang perang, tapi tempat menempa diri. Karena pada akhirnya, seperti kata Mas Vincent, saat kamu melakukan sesuatu dengan biasa, kamu akan menjadi orang biasa. Maka hasil luar biasa, muncul dari usaha yang luar biasa.

Mario Imanuel, Tingkat 1 Mesin Industri 

"Saat kamu melakukan sesuatu dengan biasa, kamu akan menjadi orang biasa. Maka hasil luar biasa, muncul dari usaha yang luar biasa".

IMG_6848

Meraih Kesempatan, Menemukan Tujuan: Kisah Perjalanan Bapak Praditia, Alumni Politeknik ATMI Surakarta

Kamis, 10 Juli 2025, KMK Pedro Arrupe melaksanakan Arrupe Insight, kegiatan bincang-bincang Santai yang melibatkan alumni sebagai narasumber. Arrupe Insight digagas oleh KMK Pedro Arrupe sebagai sarana untuk berjejaring dengan para alumni, wadah berbagi tentang dunia industri dan relevansi pendidikan Atmi dalam praktik Industri kelak. Kesempatan kali ini dihadiri Mas Praditya Sih Ardihantoro sebagai narasumber.

Pengalaman yang paling berkesan selama kuliah di Solo

Bapak Praditya merupakan alumni ATMI Solo angkatan 38, lulusan jurusan Mekatronika. Saat ini beliau bekerja di perusahaan Adyawinsa Elektrikal and Power, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kelistrikan dan energi.

Bagi beliau, pengalaman yang paling membekas adalah saat berhasil mempertahankan IPK di atas 3. Hal tersebut tidak mudah, apalagi ketika menghadapi tantangan besar pada mata kuliah komputer. Beliau sempat mendapat nilai E dan hampir DO karena sering tidak mengikuti praktik komputer yang berbasis Linux. Namun, bukan tanpa alasan—pada saat itu, beliau tergerak menjadi relawan saat terjadi gempa di Yogyakarta, sehingga kerap izin dari perkuliahan. Meski penuh tantangan, hal ini menunjukkan nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

Setelah lulus, beliau sempat merasa galau dan bingung menentukan arah. Beliau mendapat tawaran dari tujuh perusahaan sekaligus, dan proses mempertimbangkan antara gaji dan jarak kerja menjadi momen reflektif. Menurutnya, banyak anak muda yang sibuk mengikuti arus dan rutinitas tanpa benar-benar tahu tujuan hidupnya. Maka dari itu, beliau menekankan pentingnya mengenal diri dan mengetahui arah yang ingin dituju.

“Tantangan terbesar adalah diri sendiri,” ungkap beliau. Untuk itu, beliau memberikan tips agar setiap tahun bisa terus naik jabatan, yaitu dengan mengambil setiap kesempatan tanpa terlebih dahulu memikirkan gaji. Kesempatan akan membawa pengalaman, dan pengalaman adalah aset yang tak ternilai. Prinsip inilah yang mengantarkan beliau meraih posisi saat ini.

Mengapa masih erat dengan ATMI?
Menurut beliau, apa yang diperoleh dari ATMI harus dikembalikan dalam bentuk kebaikan. Budaya di ATMI telah membentuk mentalitas bahwa kesempatan harus dijemput, bukan ditunggu. Jika tidak diambil, maka orang lain akan lebih dulu mengambilnya.

Diskusi Interaktif

Malik, mahasiswa program studi Tehnik Rekayasa Mekatronika memulai dengan pertanyaan “Bagaimana cara kita mencari peluang di dunia industri?”. Menurut Mas Praditya, peluang harus dicari dan dijemput dengan komitmen penuh. Jangan terlalu banyak menggunakan “tapi” sebagai alasan. Jika kita sudah tahu apa tujuan kita, berpindah perusahaan bisa menjadi langkah maju menuju target yang lebih jelas.

Sesi tanya jawab dilanjutkan, Bagaimana menghadapi perkembangan AI?
AI adalah alat bantu yang luar biasa, terutama dalam mencari solusi dan menganalisis data. Namun, jangan terlalu bergantung. AI bisa salah, terutama dalam hal teknis. Gunakan AI sebagai pendukung, bukan pengganti nalar, ujar Mas Praditya.

Reynaldus Dolu, mahasiswa Tingkat 1 program studi Mesin Industri bertanya tentang Bagaimana menyelesaikan masalah tanpa stres? masalah menjadi besar karena kita menyimpannya terlalu lama. Kuncinya adalah menyelesaikannya perlahan-lahan, satu per satu, jawab beliau.

Radi mahasiswa Tingkat 1 program studi Mesin Industri mengajukan pertanyaan “Bagaimana pandangan soal kerja di luar negeri?” Semua kembali ke diri sendiri. Apakah kita siap menikmati pekerjaan itu? Saat beliau bekerja di Guangzhou dan Korea, beliau banyak bertemu orang Indonesia. Intinya, kenali apakah pekerjaan itu sesuai dengan yang kita suka ujar Mas Praditya

Erhan mahasiswa Tingkat 2 program studi Mesin Industri bertanya”Apa yang membuat Mas Praditia tetap semangat dan berpikiran terbuka?” musik adalah salah satu hal yang membuat beliau semangat. Hobi menyanyi bahkan pernah dibayar. Namun saat sakit, semuanya harus berhenti. Maka, penting bagi kita untuk menemukan apa yang kita suka, dan menjalaninya dengan hati yang bahagia.

Gunta mahasiswa Tingkat 1 program studi Manajemen Industri  bertanya “Apa yang penting dalam pendidikan saat ini?” pendidikan vokasi adalah pondasi. Media sosial kini banyak menyita waktu dan menghalangi seseorang mengenali dirinya sendiri. Pesannya sederhana: “Hidup bahagia adalah ketika kita bisa memenuhi kebutuhan diri, bukan hanya fisik tapi juga mental.” Tegas Mas Praditya.

Pesan bagi para mahasiswa/i

Bapak Praditya menekankan pentingnya melihat dunia secara positif. Dunia ini berputar, kadang kita di atas, kadang di bawah. Resep agar tetap di atas adalah rendah hati, daripada harus direndahkan.

Romo Kristiono P. Sj turut hadir berpartisipasi mengingatkan bahwa sebagai sesama keluarga besar ATMI, ketika ada teman menangis hari ini, alumni seperti Bapak Praditya pun pernah merasakannya. Maka mari kita belajar untuk mengenali diri sendiri. Karena “ketika dunia lunak, maka diri kita harus keras.”

Jika kamu sedang bingung menentukan arah, ingatlah kata-kata ini:
“Kesempatan adalah pengalaman, dan pengalaman adalah aset. Jangan tunggu kesempatan datang—jemputlah.”

 Mario Imanuel
Divisi IGNITE KMK Pedro Arrupe

"Kesempatan adalah pengalaman, dan pengalaman adalah aset. Jangan tunggu kesempatan datang—jemputlah."

IMG_5311

QUO VADIS KMK?

Pengurus KMK Pedro Arrupe memulai langkah baru dalam membawa semangat perubahan. Rapat kerja dilaksanakan di Civita Youth Camp dan diikuti para pengurus untuk merancang KMK sebagai wadah potensial pengembangan diri dan iman anak muda. Dengan menyebut diri Admosum, para pengurus telah terbagi dalam beberapa divisi seperti Liturgi/Sakramental, Humas, sound system, media/komsos, IGNITE dan dewan inti. Divisi-divisi tersebut menjadi bentuk pelayanan dan pemberdayaan bagi kaum muda terlebih anggota KMK sendiri.

Mengapa Pedro Arrupe

Dimulai dengan mengenal dan mendalami sosok Pedro Arrupe serta semangatnya dalam memberikan lebih bagi sesama. Dijelaskan oleh Rm.Kristiono,Sj bahwa Pedro Arrupe adalah seorang Jesuit dan pernah menjabat sebagai superior general universal Serikat Jesus. Dikenal sebagai Ignasius kedua berkat kemendalamannya menghidupi spiritualitas Ignasian dalam karya dan pelayanan. Karena besarnya hasrat untuk menyebarkan Injil, Pedro Arrupe pergi ke Jepang dan berkarya di sana. Pada masa itu di Jepang, penyebaran Injil adalah sesuatu yang dilarang oleh kekaisaran ditambah kejadian bom atom Hiroshima dengan jumlah korban tak terhingga. Dengan latar belakang pendidikan medis yang pernah ditempuh Pedro Arrupe melayani para korban. Keutamaan yang sampai saat ini masih digunakan karya pendidikan  Jesuit yang dikenalkan oleh Pedro Arrupe adalah “Man for Other’s”. Frasa tersebut ingin menumbuhkan rasa solidaritas sebagai manusia bagi sesama dan tujuan yang lebih besar lagi adalah penyelamatan jiwa-jiwa.

Segala karya, keutamaan, nilai serta cara hidup Pedro Arrupe dipilih menjadi nama pelindung KMK  ATMI Cikarang bukan tanpa sebab. Hidupnya menjadi semangat dan inspirasi bagi KMK ATMI Cikarang untuk mewartakan sukacita Injil melalui karya dan pelayanan. Man for other menjadi motivasi gerak bersama. Dibalik frasa tersebut terkandung kontekstualitas sehingga program KMK yang dirancang bisa menjadi jawaban kebutuhan anak muda. Dengan melihat kondisi anak  muda dan apa yang menjadi keresahan adalah cara merancang program tepat sasaran.

Hidup Berorganisasi

   Untuk memperluas wawasan berorganisasi para pengurus diajak untuk melihat pentingnya berorganisasi yang dijelaskan langsung Oleh Bapak Eustachius Dwi Septiawan, alumnus Atmi Cikarang dan owner PT. Dekisugi Teknik Presisi. Dari sharing dan pemaparan beliau menarik untuk dimaknai bahwa organisasi adalah tempat bertumbuh dalam segala hal, bukan tempat mencari kesibukan. Ketika organisasi hanya menjadi tempat kesibukan maka outputnya hanyalah rasa lelah dan terbebani terlebih dalam organisasi non-profit. Berbeda jika  berorganisasi menjadi kesempatan untuk belajar dan mengalami hal baru dalam tugas dan tanggung jawab maka outputnya adalah pengembangan diri.

            Setiap organisasi memiliki struktur yang mengatur dan masing-masing anggota memimpin divisinya melalui pekerjaan yang harus dilakukan. Kepemimpinan penting dimiliki oleh masing-masing pengurus bukan hanya ketua atau wakil saja. Setiap orang belajar untuk memimpin dirinya sendiri dalam ranah tanggung jawab. Salah saatu yang bisa menjadi cara memimpin adalah “lead by example”, memimpin melalui contoh. Kepemimpinan akan terbentuk dan terlihat dari contoh yang dilakukan orang itu sendiri. Ini menguatkan argumen bahwa pemimpin bukanlah bos atau “tukang suruh” melainkan pelayan yang melayani. Memberi contoh dan bekerja langsung menciptakan kehadiran yang semakin dirasakan oleh banyak orang serta wujud nyata semangat Pedro Arrupe.

            Selain hidup berorganisasi dan kepemimpinan, pengurus belajar menganalisis dengan SWOT dan membuat perancangan program yang specific, measureable, attainable, relevant, time based (SMART) yang dibawakan oleh Mas Iko. Kedua hal tersebut menjadi dasar dalam focus group discussion yang merancang program kerja sesuai divisinya masing-masing. Pembekalan materi serta  focus group discussion berpuncak pada pleno pemaparan program kerja. Dibantu oleh  Mas Hari, Mas Rakhas, Mas Iko dan Pak Septiawan sebagai pendamping dalam mengkritisi serta mendalami masing-masing program kerja yang sudah dipresentasikan. Tak lupa keaktifan pengurus lain dalam melihat dengan sudut pandang baru atau memberikan pertanyaan yang membantu menyempurnakan.

QUO VADIS

            Mungkin ada perasaan tentang kehadiran KMK sebelumnya yang pasang surut atau begitu-begitu saja. Walaupun hadir dalam pelayanan Ekaristi maupun pelayanan liturgis lainnya, KMK Pedro Arrupe mencoba memantapkan dirinya untuk berbuat lebih daripada itu (MAGIS). Terbentuknya struktur serta penugasan yang jelas seperti divisi media, divisi Humas, divisi liturgi, divisi IGNITE, divisi sound system dan dewan inti adalah komitmen bersama untuk bertumbuh dan berdampak. Setidaknya atau sekurang-kurangnya tulisan ini bisa menjadi jawaban atas pertanyaan “quo vadis KMK?” (kemana engkau pergi KMK?), dua hari satu malam admosum melangkahkan kakinya kembali, merancang dan merefleksikan KMK Pedro Arrupe sebagai wadah pengembangan diri serta tempat menumbuhkan iman dalam pelayanan.  Momen rapat kerja adalah salah satu bukti nyata komitmen KMK Pedro Arrupe membawa dirinya bagi banyak orang melalui realisasi program kerja. Hal baru yang dipersiapkan nantinya menjadi kejelasan bahwa KMK Pedro Arrupe melangkah menjadi man for others.

Refleksi : 

Andrian Antonio (“Berbagi Pengalaman Dicintai”) & Bersama (“Menjadi Pemimpin yang Reflektif dan Solider”)

IMG_5632

Refleksi : “Menjadi Pemimpin yang Reflektif dan Solider”

Pada 24 Mei 2025 lalu, ditengah kesibukan dan berbagai aktivitas kampus, KMK Pedro Arrupe melakukan kegiatan di Rumah Retret Civita, Tangerang. Kegiatan tersebut ialah rapat kerja atau yang biasa disebut dengan Raker. Kegiatan ini bertujuan untuk merencanakan program kerja tahunan yang sistematis dan terukur serta membangun karakter dan spiritualitas kaum muda. Dengan melibatkan semua divisi dalam memberikan suatu aspirasi. Hal ini juga menjadi momen berharga yang mempertemukan para pemimpin muda dalam satu ruang refleksi, pembelajaran, dan perencanaan.

Spiritualitas Pedro Arrupe

Acara dimulai dari pagi hari dengan keberangkatan bersama, momen sederhana namun mengandung makna yaitu bergerak bersama yang merupakan simbol komitmen kolektif. Acara diawali oleh Romo Kristiono Puspo SJ dengan materi mengenal Pedro Arrupe dan spiritualitasnya. Pedro Arrupe adalah sosok yang penuh semangat dan optimis karena bekal cinta Tuhan. Pedro Arrupe seorang Jesuit yang dijuluki sebagai Ignatius kedua karena menyebarkan injil untuk menegakkan keadilan. Tahun 1941 Pedro Arrupe dikirim ke Jepang atas kemauan sebagai misionaris yang membantu karya Jesuit dan mengobati para korban akibat bom Hiroshima. Pada 18 Agustus 1998 Pedro Arrupe menetapkan Indonesia sebagai provinsi mandiri. Semangat man for other muncul pertama-tama karena pengalaman dicintai oleh Tuhan melalui orang-orang yang peduli dan cinta terhadap kita dan segala perbuatan Tuhan melalui ciptaan, maka sebuah pujian mengatakan rahmat Tuhan cukup bagiku. Ada kontekstualisasi dari semangat man for other, jika saat itu konteks Pedro Arrupe melayani yang terluka maka saat ini perencanaan program kerja KMK harus melihat kenyataan dan kebutuhan dalam lingkup pelayanan, artinya kontekstual adalah program kerja sungguh menjadi jawaban dari keadaan.  Man for Other akan terus menjadi kata-kata jika tidak direalisasikan, penting untuk menindaklanjuti dengan aktifitas atau aksi konkret sebagai seseorang yang berbela rasa dengan dan untuk sesama. Tiga poin yaitu pengalaman dicintai, kontekstual dan aktivitas. Harapannya kaum muda terlebih bagi KMK Pedro Arrupe memiliki kepedulian untuk membuat rencana dan terobosan baru serta menjadi garam dan ragi untuk sesama melalui pelayanan.

Dipanggil untuk bertumbuh, diutus untuk berdampak

            Dalam materi selanjutnya, kami diajak untuk menyelami diri menjadi leader melalui organisasi bersama Bapak Eustachius Dwi Septiawan, beliau adalah alumni Politeknik Industri ATMI. Organisasi diandaikan seperti laboratorium kepribadian yang melatih kita untuk disiplin dan berkomitmen dalam menjalankan program. Selain itu para pengurus diasah tentang problem solving menggunakan empati saat menyelesaikan masalah, serta refleksi dalam mengambil keputusan. Pemimpin tidak hanya mampu memimpin namun juga mampu mendengarkan. Fokus kepada diri sendiri untuk menjadi leader dengan lead by example. Kemudian dilanjutkan dengan pemahaman SWOT dimana kita diajak untuk mengenal kekuatan dan kelemahan dari dalam KMK Pedro Arrupe, serta melihat peluang dan ancaman yang dapat muncul. Setelah itu bersama Bapak Iko kita melakukan diskusi mengenai SMART GOALS untuk membantu KMK Pedro Arrupe agar dapat menetapkan tujuan yang jelas, terukur, dan realistis sehingga program yang dirancang lebih mudah dicapai dan dievaluasi.

Focus Group Discussion

            Setelah kami diajarkan mengenai SMART GOALS kami berdinamika bersama masing-masing divisi untuk membuat perencanaan mengenai program kerja yang akan dilakukan selama periode kepengurusan. Kami menggunakan waktu yang diberikan untuk menyusun dan merencanakan program kerja dengan terperinci. Setelah berdinamika bersama tiap divisi, kami melanjutkan acara dengan misa bersama. Kemudian sampai pada puncak acara yaitu Makrab “Arrupe Night”, yang dibuka dengan penampilan yel-yel dari masing-masing divisi. Kemudian kami saling berbagi kisah, canda dan tawa, serta harapan. Keintiman yang terbangun malam itu bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah titik balik relasi antar anggota kmk yang tentu saja bisa saling mengenal lebih mendalam antar satu sama lain.

Menyatukan Tubuh, Jiwa, dan Arah Pelayanan

Di hari kedua ini kami mulai dengan olahraga pagi. Kegiatan ini bukan hanya untuk kebugaran fisik, tetapi menjadi simbol kesadaran bahwa tubuh juga bagian dari pelayanan. Setelah itu, FGD kembali digelar untuk menyempurnakan hasil diskusi hari sebelumnya.

Puncaknya adalah sesi Pleno yang bukan sekadar formalitas menjelaskan program kerja tetapi juga mengajak teman-teman lain untuk memahami bahwa setiap divisi memiliki program yang membutuhkan kolaborasi atau keterlibatan setiap orang dalam proses pelaksanaannya, sesi ini merupakan bentuk penyelarasan, pengambilan keputusan serta pengesahan hasil diskusi dari sesi FGD. Ketika rapat pleno teman-teman juga aktif dalam memberikan kritik serta bertanya mengenai program kerja yang dipaparkan. Kegiatan ini memberikan pengalaman bagi kami untuk melatih mental ketika berbicara didepan banyak orang, melatih diri kami untuk mengutarakan gagasan, bekerjasama dengan teman satu divisi kemudian mengambil keputusan. Tentu saja melalui Pleno ini kita tidak diberikan batasan untuk memberikan aspirasi atau saran yang dapat mengembangkan sebuah ide yang lebih baik untuk kedepannya.

Setelah semua divisi sudah menyampaikan setiap program yang dimiliki. Acara pun ditutup dengan kata-kata penutup dari Bapak Eustachius Dwi Septiawan dan  Bapak Iko yang sudah bersedia mengajar dan menemani kami selama kegiatan berlangsung dari awal sampai akhir kegiatan.

Refleksi yang Mengubah Cara Pandang

Raker ini bukan hanya tentang menyusun jadwal kegiatan KMK, tetapi tentang menjadi pribadi yang utuh: berpikir strategis, bertumbuh secara spiritual, dan membangun solidaritas yang nyata. Para peserta belajar bahwa pelayanan bukan beban, melainkan panggilan yang menumbuhkan, menyembuhkan, dan menghidupkan. Dalam dunia yang semakin individualistik, raker seperti ini menjadi pengingat bahwa kekuatan komunitas dan semangat bersama adalah aset terbesar. Kita semua diajak untuk tidak hanya menjadi perencana program, tetapi juga menjadi pribadi yang mencintai sesama dan berani hadir bagi orang lain. KMK Pedro Arrupe mengajarkan bahwa pemimpin sejati bukan hanya yang bisa memimpin rapat, tetapi mereka yang mampu hadir dengan hati yang reflektif, pikiran yang strategis, dan semangat yang melayani.

Jika kita belum pernah mengikuti raker seperti ini, mungkin ini saatnya bertanya: kapan terakhir kali kita melayani dengan sepenuh hati?

 

Dibuat Oleh:

Reinardus Dolu Waleng / TMI tingkat 1

Mario Imanuel / TMI tingkat 1

Aurelia Tiatma / MANIS tingkat 1

Dionisius Christian / TRM tingkat 2

IMG_5100

Refleksi oleh : Andrian Antonio “Berbagi Pengalaman Dicintai”

Sabtu, 24 Mei 2025 seharusnya menjadi hari pertama saya melaksanakan ujian praktik, namun di saat yang sama juga menjadi kegiatan rapat kerja saya di rumah retret ‘Civita’. Tentu saja saya memilih kegiatan akademik saya saat itu, setidaknya sebelum instruktur mengumumkan bahwa jadwal ujian diundur menjadi 26 Mei 2025. Saya merenung dan bertanya dalam hati “Apa yang ingin Kau tunjukan Tuhan? saya bukan mahasiswa pintar, butuh waktu bagi saya untuk menyiapkan ujian, namun kenapa? barangkali Tuhan ingin menunjukan pada saya, bahwa di dunia ini ada yang lebih penting daripada sekedar angka pada selembar kertas?”. Kurang lebih dialog seperti itu yang muncul di kepala saya, kemudian saya menjalani aktifitas saya seperti biasa, sambil terus bertanya dan mengikuti tanda yang ditinggalkan Tuhan di sepanjang jalan.

“Pedro Arrupe, disebut juga Ignasius ke-2, Man for Others adalah kalimat yang diucapkan oleh Beliau”

Pagi itu saya ingat, Romo Kris dengan semangatnya memaparkan materi sebagai pembukaan hari pertama kami di Civita, saya sendiri baru tau bahwa Pedro Arrupe ternyata adalah seorang manusia, selama ini saya kira Pedro Arrupe itu seperti bahasa latin yang memiliki makna tertentu, selama ini ternyata saya salah.

“Teman-teman KMK harus menjadi Man for Others, teman-teman punya tugas menjadi garam”

“Pedro Arrupe hidup pada masa perang dunia II dan dalam misi misionarisnya di Jepang juga pernah memiliki pengalaman pahit, saat bom yang dijatuhkan oleh Amerika di kota Hiroshima ternyata jatuh di dekat kawasan Jesuit, saat itu be man for others menjadi semakin konkrit”.

Romo Kris meneruskan pemaparan materinya, dan saya pun terus mendengarkan karena ceritanya yang menurut saya menarik.

Pada akhir sesi Romo memberikan kesempatan untuk bertanya, dan saat itu saya pun bertanya tentang bagaimana si Pedro Arrupe ini bisa konsisten dalam melaksanakan tugas pelayanannya? Bagaimana dia bisa terus memilih untuk peduli pada sesamanya, di saat dia sendiri memiliki persoalan dengan dirinya sendiri? Semua orang di dunia ini pasti punya masalah kan? Tapi kenapa dan kenapa ada orang yang dengan tulus dan rendah hati mau peduli dengan masalah orang lain dan mengabaikan masalahnya sendiri? Dan jawaban yang saya temukan pada sesi itu adalah “Pengalaman Dicintai”.

Kita peduli karena sebelumnya kita pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh Allah, lewat orang-orang disekitar kita, lewat banyaknya jatuh bangun pengalaman hidup kita, dan lewat banyak hal-hal yang kita tidak pernah mengerti dan sadari. Sekarang menjadi tugas kita untuk meneruskan pengalaman dicintai itu kepada orang-orang di sekitar kita, namun dalam proses mencintai itu ada juga hal yang perlu kita ketahui, bahwa kita harus siap untuk dijatuhi sesuatu yang kita cintai itu, dan barangkali di titik itulah Pedro Arrupe tidak menyerah dan terus mencintai. Mungkin hal ini yang ingin Tuhan sampaikan ke saya sebelum melaksankan ujian praktik. Terima kasih Tuhan. Ami.

(Andrian Antonio)