Pada akhir tahun 2022, istilah “resesi” mulai menjadi bahan perbincangan di dunia maya. Banyak tokoh membicarakan kengerian resesi global yang mungkin akan berdampak pada perekonomian di Indonesia. Hal itu ditambah dengan pernyataan dari Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk mewaspadai ancaman resesi global pada tahun 2023. Situasi pasca pandemi covid-19 dan ketidakpastian ekonomi global menjadi perhatian khusus bagi Jokowi. Meskipun demikian, Jokowi tetap mengajak masyarakat Indonesia untuk optimis karena Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh di bidang ekonomi.
Menanggapi hal tersebut, Politeknik Industri ATMI Cikarang (Polin ATMI) mengambil langkah untuk memahami apa yang dimaksud dengan resesi global, dampaknya pada Indonesia dan Industri, serta peluang dan tantangan di tahun 2023. Untuk itu, pada tanggal 12 Januari, Polin ATMI mengadakan seminar dengan tema “Menyikapi Resesi Global & Outlook 2023” yang dihadiri oleh karyawan civitas akademika Polin ATMI dan perwakilan mahasiswa.
Mempertimbangkan betapa pentingnya topik yang akan dibahas, Polin ATMI mengundang tokoh yang mumpuni di bidang tersebut sebagai pembicara yakni Prof. Rhenald Kasali, Ph.D. Beliau adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) sekaligus pendiri Yayasan Rumah Perubahan yang ditujukan untuk memperbarui kesejahteraan. Rumah Perubahan dijadikan sebagai wadah pengabdian masyarakat yang bertujuan menjadi contoh social entrepreneurship di Indonesia.
Pemaparan Prof Rhenald Khasali membuka pandangan kita terhadap tantangan global saat ini, terutama bagi para pelaku industri dan masyarakat Indonesia. Resesi global ditandai dengan pelemahan ekonomi global, tingginya angka pengangguran, menurunnya marginal efficiency of capital, disrupsi teknologi, rendahnya fertility rate, pandemi, hingga tensi geopolitik Rusia-Ukraina akibat perang membuat harga batubara relatif tinggi sehingga eropa mengalami krisis energi. Pengaruhnya turut menyebabkan perlambatan ekonomi Cina, yang berdampak ke ASEAN dan menurunkan ekspor Indonesia. Pada jalur keuangan, efek resesi membuat rupiah mengalami pelemahan dan harga komoditas dan energi di luar batubara menurun, mengakibatkan surplus neraca perdagangan ikut menurun.
Prof Rhenald Kasali juga menyebutkan resesi terdiri dari dua hal, yaitu trust Recession yang adalah gejala psikologis datang dari kecemasan dan ketakutan akan resesi. Ketakutan yang timbul ini membuat pengusaha memotong anggaran, PHK, menghentikan investasi dan melakukan penghematan. Menurut Prof langkah ini justru dinilai kurang tepat dan justru menimbulkan distrust dan penurunan kinerja. Lalu ada Economic Recession yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi secara berturut-turut. Dalam ekonomi makro secara luas, resesi seharusnya tidak dianggap sebuah aib, melainkan sebagai pola alami dari pergerakan ekonomi yang dinamis. Dari naik turunnya ekonomi perlu dilakukan langkah preskriptif dari para pelaku usaha dan industri dalam menyesuaikan kondisi yang terjadi.
Sebagai kesimpulan, Prof Rhenald Kasali mengajak kita semua untuk memandang resesi bukan suatu hal negatif melainkan bagaimana kita bisa membuat suatu perubahan dan terobosan. Berani melangkah menciptakan terobosan baru dan terus gunakan momentum untuk ekspansi. Mengutip kata-kata inspiratif dari beliau, “Ketika angin bertiup kencang, daun-daun yang keringpun akan jatuh berguguran. Anda yang daunnya masih segar akan tetap bertahan di atas pohon dan tetap menghasilkan buah yang baik. Jangan terpengaruh pada masa pandemi dan krisis, dan jika resesi datang ke negara kita, kita harus prepare for the worse. Jangan hanyut disana. Stay relevant!”
(Penulis: Bernadetta Quinta)
Add a Comment