Tak lupa pula, Romo Kris juga menegaskan bahwa core dari pendidikan yang akan diterapkan di Xaverius Dormitory merupakan pendidikan Jesuit yang berlandaskan pada sisi-sisi humanis-religius. Setiap peserta didik/penghuni dormitory diajak dan diharapkan mampu mengolah hidup sehingga mempunyai kualitas manusiawi yang baik. Refleksi harian akan menjadi pembeda dalam kegiatan/rutinitas sehari-sehari para penghuni dormitory. Menulis refleksi harian juga merupakan habitus baru untuk mengolah tiga hal penting yakni ingatan, budi, dan kehendak. Dengan berefleksi setiap hari, mahasiswa diajak untuk menyadari rahmat Allah yang senantiasa baru dan diterima setiap harinya sekaligus menegaskan niat-niat baik untuk selanjutnya.
Di akhir pertemuan, dengan sedikit mengutip motto Angkatan XIX “We are One (family)”, Romo Kris memberikan penegasan sekaligus ajakan supaya dormitory bisa menjadi ‘rumah’ (dormitory as home) bagi yang menempatinya. Dormitory merupakan tempat belajar how to live together. No one left behind karena pendidikan vokasi hendak merubah stigma tentang anak bodo, anak nakal, dan kemisikinan. “Bagi saya, tidak ada anak yang bodo, tidak ada anak yang nakal. Yang ada, setiap pribadi itu unik dengan segala caranya”, tegas Romo Kris.